Essay Pendidikan Berbasis Kepercayaan Diri dan Positif Thinking Untuk Mengatasi Waktu Kritis Individu Manusia
Pendidikan Berbasis Kepercayaan Diri dan Positif Thinking Untuk Mengatasi Waktu Kritis Individu Manusia
Pendahuluan
Dari asal muasalnya pendidikan selalu memiliki tujuan untuk mengedukasi manusia, agar mereka bisa menjadi pemicu pembangunan suatu peradaban, serta menjadikan suatu bangsa menjadi beradab.
Dalam pasal 3 Undang-undang No. 20 Tahun 2003 mengenai Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional mengatakan bahwasanya Tujuan Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Pendidikan untuk umat manusia adalah keniscayaan, adalah suatu keharusan yang harus dijalani oleh manusia yang hidup di Bumi. Bahkan, alam yang sedang kita hidupi ini adalah universitas kehidupan, kita menimba ilmu setiap hari dan diberikan ujian yang sesuai kadar kita.
Namun sekali lagi kita berbicara mengenai pendidikan, apakah kita berani menjamin bahwasanya pendidikan yang kita berikan kepada anak didik menuai hasil? Apa tujuan pendidikan kita telah tercapai seutuhnya, atau hanya ilusi yang kita ciptakan agar kita berbangga diri mengatakan bahwa kita berpendidikan?
Sebab faktanya pendidikan kita tidak mampu menciptakan pendidikan karakter yang baik, hal itu ditandai dengan banyaknya siswa yang tidak percaya diri pada kemampuannya sendiri, serta selalu negatif thinking pada kehidupan yang mereka jalani.
Ketidak percayaan diri dan negatif thinking kepada diri mereka sendiri membuat potensi mereka selamanya terkungkung dan tidak pernah tereksposur, bahkan cenderung membawa mereka jatuh kedalam ruang depresi yang mengancam mental mereka dan membuat mereka memutuskan untuk bunuh diri.
Dalam abad dimana globalisasi menjelma keniscayaan yang tidak dapat terhindarkan, kita sebagai manusia diserang secara mental dari banyak sisi, entah itu bullying secara nyata maupun cyberbullying melalui dunia maya. Hal ini menyebabkan kasus depresi dan bunuh diri meningkat, bahkan dilansir dari Kumparan, kasus kematian memiliki jumlah yang fantastis, yaitu 800.000 kematian pertahun, yang berarti dalam kurun waktu 40 detik, ada satu orang Indonesia diluar sana yang sedang bunuh diri.
Dalam hidup, cobaan yang mendobrak mentalitas manusia pasti ada, entah itu dari segi finansial maupun perasaan, hal yang menjadikan kita terkadang membuang intelektualitas yang kita dapatkan di akademik dan menjadikan kita manusia yang membutuhkan perhatian.
Kita tidak pernah tahu kapan waktu kritis di kehidupan kita tiba-tiba datang seketika membalikkan kenyataan yang kita miliki, merenggut semua asa yang ada didalam hati dan dirongrong oleh kenyataan serta ironi yang terjadi. Namun sayang, pendidikan tidak menciptakan kita untuk kuat dalam menghadapi hal ini.
Sekolah memiliki peran yang sangat krusial setelah keluarga dalam mendidik manusia, namun seperti yang kita ketahui, sekolah masih belum bisa membuat murid mereka menjadi manusia yang tangguh dan memiliki mental yang kuat, masih banyak siswa yang tidak percaya diri akan kemampuan mereka serta berpikir negatif akan lingkungan dan bahkan sesama. Maka dari itu, kita perlu menciptakan pendidikan berasaskan kepercayaan diri dan positif thinking guna mengatasi waktu krisis individu manusia..
Pembahasan
Pendidikan berasaskan kepercayaan diri dan positif thinking adalah suatu system pendidikan yang lebih mengedepankan pada mental siswa, membentuk karakter mereka agar percaya dengan potensi yang mereka miliki serta memiliki pemikiran yang positif dalam menghadapi cobaan ketika waktu kritis kehidupan melanda.
Hal ini tentu sangat urgen untuk diimplementasikan, sebab dalam kurikulum Indonesia pembelajaran mengenai mental masih kalah jauh dengan pendidikan yang berasaskan intelektualitas. Pemerintah dengan kurikulum yang diciptakannya seolah menciptakan siswa untuk menjadi robot akademik dan mempercayai bahwa kesuskesan ada pada nilai ijazah yang selama ini mereka incar.
Padahal selama ini ijazah hanyalah kemunafikan, ia tidak ubahnya segores tinta diatas kertas yang diciptakan oleh manusia. Namun sayang, siswa sebab doktrin orang tua serta lingkungan menjadikan goresan tinta itu sebagai garis finish yang akan dilewati untuk mencapai kemenangan, padahal akhir garis finish itu adalah awal untuk mereka terjun kedalam kehidupan.
Diskriminasi atas urgensinya pendidikan mental untuk siswa ujung-ujungnya menciptakan siswa yang tidak siap mental dalam kehidupan, bahkan karena ketiadaaan pendidikan mental disekolah, siswa acapkali terdiskriminasi oleh gurunya sendiri dan dianggap bodoh. Padahal gurunya tidak pernah memperhatikan siswanya secara komperhensif dari segi umur, minat bakat, dan bahkan mental.
Dalam Buku Misteri Otak Kanan karangan Makoto Shichida, Makoto Shicida sendiri menyampaikan bagaimana pendidikan sebenarnya membunuh otak manusia, intelektualitas hanyalah kedok yang hanya mengaktifkan system otak kiri yang bergerak satu arah, berbeda dengan otak kanan yang bergerak secara komperhensif.
Sementara itu dalam karangan Robert T. Kiyosaki dalam buku best sellernya. Rich Dad, Poor Dad, mengatakan bahwasanya pendidikan sekolah yang dipaparkan kepada siswa adalah keegoisan pemerintah dalam mengisi industri yang ada didalam negeri, padahal untuk membuat Indonesia menjadi suatu negara yang maju bukan dilihat dari seberapa banyak pekerja yang dimiliki, melainkan seberapa banyak pengusaha yang mampu diciptakan.
Selebihnya dalam buku Mindful Learning yang dikarang oleh Ellen J. Langer mengritisi dengan pedas system pendidikan di dunia dengan membongkar kedok-kedok metode pembelajaran yang menyesatkan, dan sekali lagi kita ditampar sebab metode-metode sesat tersebut juga diterapkan pada system dan metode pendidikan di Indonesia.
Kualitas pendidikan kita yang tidak sebanding dengan dunia kerja menghasilkan manusia-manusia sampah yang menenteng ijazah, manusia-manusia itu melupakan diri mereka yang memiliki sejuta potensi yang tertutup oleh pemikiran mereka sendiri.
Hal itu tentu terjadi pula karena tidak adanya kepercayaan diri dalam lubuk hati siswa, tidak adanya pemikiran positif akan diri mereka yang sebenarnya mampu mendobrak kenyataan tersebut. Dan ini pulalah yang menyebabkan pendidikan berbasis kepercayaan diri harus segera diciptakan.
Untuk menjadikan pendidikan berbasis kepercayaan diri dan positif thinking ini dapat diimplementasikan dalam dunia pendidikan secara komperhensif, kita harus mengetahui dengan pasti kepada apa pendidikan berkiblat. Dan kiblat mereka adalah kurikulum Pendidikan Indonesia.
Kurikulum harus sedikit mengalami perombakan agar tidak terjadinya kesalahan pendidikan secara komperhensif, cukup sebagai menjadikan bahwasanya pendidikan mental berbasis kepercayaan diri dan positif thinking sebagai metode pendidikan formal yang bisa dipandang dengan serius.
Pemerintah memiliki andil besar agar hal ini dapat terlaksana dengan baik, sebab jika kiblat pendidikan tersebut telah berubah, maka selebihnya guru dan para akademisi juga akan memiliki perubahan dalam sistem pendidikan dan memiliki pandangan bahwasanya pendidikan mental berasaskan kepercayaan diri serta positif thinking bisa terlaksana.
Sebelum perubahan system itu terjadi, kita sebagai mahasiswa atau para akademisi bisa menyuarakan pentingnya pendidikan ini, atau setidaknya memiliki peran mikro dalam melakukan perubahan pendidikan, entah itu dengan menjadi guru yang memahami murid dengan baik, atau membuat system sekolah yang menciptakan siswa yang memiliki mental baja, memiliki kepercayaan diri, serta berpikir positif terhadap diri mereka.
Orangtua sebagai sekolah pertama juga bisa memiliki peran disini, mendorong anak mereka untuk terus maju dan berani memilih tanpa harus terdoktrin oleh ketakutan akan masa depan yang suram. Mendikte bahwa mereka harus menjadi ini dan itu yang pada akhirnya membuat anak mereka jatuh dalam jurang depresi yang berujung bunuh diri.
Pendidikan berbasis kepercayaan ini adalah jalan keluar kita sebagai manusia untuk tidak lagi terkekang dan dipandang sebagai robot akademisi, melainkan menjadi manusia yang memiliki emosi serta potensi untuk merubah suatu peradaban guna menjadikan dunia yang indah dan lebih baik.
Kesimpulan
Sekolah adalah tempat pulang kedua setelah rumah, kita dididik dan diajarkan banyak hal disana, diberikan materi serta pengenalan terhadap dunia angka dan ilmu pengetahuan, hal yang kemudian menyongsong kita menjadi siswa yang berprestasi.
Akan tetapi pendidikan yang kita miliki tidak sebanding lurus dengan tujuan Undang-Undang Dasar yang ingin menciptakan manusia yang bermartabat, sebab mental pendidik dan yang terdidik sama sama rapuh. Mereka tidak percaya akan potensi yang diri mereka miliki yang pada akhirnya membuat mereka menjadi manusia yang terus menenteng ijazah untuk mencari pekerjaan, lupa bahwa mereka sebenarnya bisa menciptakan pekerjaan itu sendiri.
Ini juga tentunya bukan hanya mengenai pekerjaan, melainkan betapa mahasiswa dalam waktu krisis mereka pada akhirnya depresi dan menyebabkan mereka bunuh diri, hal itu tentu karena tidak adanya kepercayaan diri serta positif thinking dalam diri mereka. Tercatat bahwasanya ada kematian akibat depresi dalam kurun waktu 40 detik, hal yang bisa saja tidak terjadi seandainya pendidikan kita berbasiskan kepada kepercayaan diri dan positif thinking.
Namun begitu, untuk menjadikan pendidikan berbasis kepercayaan diri ini bisa terlaksana secara komperhensif, butuh bantuan pemerintah dalam merubah sistem pendidikan, termasuk merubah sedikit kurikulum. Namun secara mikro, sistem ini masih bisa terlaksana yaitu dengan kesadaran seluruh aspek pendidik, termasuk keluarga, guna menjadikan manusia yang tidak lagi sebagai robot akademik, melainkan menjadi manusia yang memiliki mental serta empati untuk melakukan perubahan.
Saran
Tulisan ini dibuat berdasarkan kesadaran saya selaku penulis memperhatikan sistem pendidikan di Indonesia tidak mampu mengatasi masalah waktu krisis yang kerapkali terjadi, itulah mengapa kita membutuhkan sekolah berbasis kepercayaan diri dan positif thinking, namun tulisan ini pula pasti jauh dari kata sempurna, maka dari itu jika ada kesalahan dalam tutur kata atau penyampaian, saya meminta maaf sebesar-besarnya, saya secara terbuka ingin mendapatkan kritik dan saran atas tulisan yang saya ciptakan, terima kasih.
Baca Juga : Tiktok, Rasisme, Dan Kemanusiaan Yang Semakin Mati
DAFTAR PUSTAKA
Ellen J. Langer, Mindful Learning, Membongkar 7 Mitos Pembelajaran Yang Menyesatkan, Esensi Erlangga Group, Jakarta, Cetakan 10.
Robert Kiyosaki, Rich Dad Poor Dad, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Cetakan 37.
Makoto Shicida, Misteri Otak Kanan, PT Elex Media Komputindo, Jakarta, Cetakan Ke 3.
Problematika Kualitas Pendidikan di Indonesia, Siti Fadia Nurul Fitri
Problematika Pendidikan di Indonesia, Mokhamad Ishaq Tholani
Bunuh Diri Dan Depresi Dalam Perspektif Pekerjaan Sosial, Meilanny Budiarti Santoso, Dessy Hasanah Siti Asiah, Chenia Ilma Kirana.
https://www.kai.or.id/berita/18532/tujuan-pendidikan-nasional-menurut-undang-undang-no-20-tahun-2003.html
https://regional.kompas.com/read/2020/10/18/05450041/-korban-bunuh-diri-karena-depresi-banyaknya-tugas-online-dan-sulitnya-akses?page=all
https://kumparan.com/beritaanaksurabaya/tiap-40-detik-1-orang-bunuh-diri-di-indonesia-pencegahannya-3l-1vz5ReYzpzt/1
https://www.merdeka.com/peristiwa/angka-bunuh-diri-anak-tinggi-pentingnya-pemahaman-realistis-dan-perasaan.html
Posting Komentar untuk " Essay Pendidikan Berbasis Kepercayaan Diri dan Positif Thinking Untuk Mengatasi Waktu Kritis Individu Manusia"